Apakah tak tersayat hati
Jika alam ini dengan pelahan atau cepat menuai rusak
Apakah tak teriris pedih mendengar tuduhan
Jika kemiskinan menyumbang hancurnya alam
Padahal sang raksasa lebih tega berbuat semaunya
Apakah aku mulai menghitung keringat
Hanya untuk sedikit kebaikan jagat
Padahal sudah semestinya kewajiban umat
Harusnya aku ikhlas
Layaknya sang nabi membimbing insani
Layaknya sang sufi mendamba Ilahi
Layaknya sang hanif mencari hakiki
Aku tidak sedang membuat definisi
Aku tidak sedang membedakan
Aku hanya mengukur sektan diri
Apakah layak rasa cintaku terhadap alam
me lazuardi
harmoni
aku mendamba manusia dengan alam hidup dalam harmoni
sperti sabda Ilahi lewat Muhammad Sang Nabi
layaknya Soe Hok Gie mencintai alam dan negri ini...
sperti sabda Ilahi lewat Muhammad Sang Nabi
layaknya Soe Hok Gie mencintai alam dan negri ini...
Sunday, June 22, 2008
sejatinya cinta (hari bumi)
Hari bumi dah lama lewat. tapi kupikir tiap hari adalah hari bumi, seperti tiap hari adalah juga hari ibu.
Ini puisi lama tentang bumi. Pernah kubacain waktu rangkaian peringatan hari bumi yg diadain temen2 unit selam UGM alias Unyil di Jogja.
Waktu akhir acara, seseorang - kayanya si mahasiswa - pengen minta puisi itu, tp aku gak sempat kasih, orang nulisnya di kertas corat coret spontan aja. tapi dah pernah kutulis,jd waktu it kepikiran mo dibacain, jd kuinget2 trus kutulis d.
Malamnya aku dan bbrp anak unyil makan di lesehan sekitar kampus. Pas lagi makan aku gak ngliat ada pengamen masuk. Satu seingetku bawa gitar dan satu mulai berdeklamasi. Gak taunya yg dibacain mirip2 puisiku acara tadi paginya. Pas aku menoleh untuk ngliat siapa yg ngamen, taunya si mahasiswa tadi yang meminta puisiku. Dia kaget juga melihatku, cengar-cengir, kayanya dia grogi, puisinya jadi kacau dan buru2 keluar dari warung lesehan itu, hahaha.
Yah, salah satu pengalaman tak terlupakan, seenggaknya ada yang suka puisiku, atau lebih bagus lagi kl ada yg mau menghayati, hihihi. Bolehlah.
Aku juga bacain puisi ini sambil bawa gitar, harmonika dan makan pinang (kebayang gak ribetnya) waktu hari pendidikan di raja ampat di depan anak2 kecil raja ampat yang lucu-lucu.
==
Aku cuma membayangkan, kadang-kadang trek sepanjang pendakian gunung di beberapa tempat terdapat banyak sampah. Padahal yang naik gunung juga menamakan dirinya pecinta alam. Aku juga melihat dulu kampusku khususnya fakultasku juga gak karuan banyak sampah di got-gotnya. Padahal yang berkumpul di situ juga para intelektual dengan otak yang kadang-kadang berlebih.
Aku gak menghakimi atau menggurui siapa-siapa, secara diriku sendiri juga manusia sekali. Tapi manusia juga bisa lebih baik untuk menghargai dan mencintai alam seperti kita menyayangi orang-orang yang kita cintai. Toh pada akhirnya cinta yang kita petik adalah cinta yang kita tanam. Seperti kata beatles: and in the end... the love you take… is equal to the love you make…
Ini puisinya:
sejatinya cinta (hari bumi)
pecinta sejatilah jika kehadiran cinta dirasakan oleh yang dicinta
pecinta alam sejatilah jika alam merasakan cinta dari sang pecinta
bukan pencari jati dari yang meninggalkan jejak luka pada bumi
seiring bumi lebih dari dicampakkan daripada dicintai
perlakuan apa kita pada bumi
sampah menggunung bergunung-gunung
hutan kerontang tak beda gurun
asap jelaga mendesak mendung
pemanasan global terumbu meraung
eksplotasi menentang hakiki!
sedang lewat Ilahi bumipun bereaksi
jika cinta bumipun cinta
jika benci bumipun benci
sejatikah cintaku
sementara memikirkan bumipun tangan ini tak pernah lepas dari asap menyala
sesak nafas bumi apa tak kurasa
sejatikah cintaku?
me lazuardi
Ini puisi lama tentang bumi. Pernah kubacain waktu rangkaian peringatan hari bumi yg diadain temen2 unit selam UGM alias Unyil di Jogja.
Waktu akhir acara, seseorang - kayanya si mahasiswa - pengen minta puisi itu, tp aku gak sempat kasih, orang nulisnya di kertas corat coret spontan aja. tapi dah pernah kutulis,jd waktu it kepikiran mo dibacain, jd kuinget2 trus kutulis d.
Malamnya aku dan bbrp anak unyil makan di lesehan sekitar kampus. Pas lagi makan aku gak ngliat ada pengamen masuk. Satu seingetku bawa gitar dan satu mulai berdeklamasi. Gak taunya yg dibacain mirip2 puisiku acara tadi paginya. Pas aku menoleh untuk ngliat siapa yg ngamen, taunya si mahasiswa tadi yang meminta puisiku. Dia kaget juga melihatku, cengar-cengir, kayanya dia grogi, puisinya jadi kacau dan buru2 keluar dari warung lesehan itu, hahaha.
Yah, salah satu pengalaman tak terlupakan, seenggaknya ada yang suka puisiku, atau lebih bagus lagi kl ada yg mau menghayati, hihihi. Bolehlah.
Aku juga bacain puisi ini sambil bawa gitar, harmonika dan makan pinang (kebayang gak ribetnya) waktu hari pendidikan di raja ampat di depan anak2 kecil raja ampat yang lucu-lucu.
==
Aku cuma membayangkan, kadang-kadang trek sepanjang pendakian gunung di beberapa tempat terdapat banyak sampah. Padahal yang naik gunung juga menamakan dirinya pecinta alam. Aku juga melihat dulu kampusku khususnya fakultasku juga gak karuan banyak sampah di got-gotnya. Padahal yang berkumpul di situ juga para intelektual dengan otak yang kadang-kadang berlebih.
Aku gak menghakimi atau menggurui siapa-siapa, secara diriku sendiri juga manusia sekali. Tapi manusia juga bisa lebih baik untuk menghargai dan mencintai alam seperti kita menyayangi orang-orang yang kita cintai. Toh pada akhirnya cinta yang kita petik adalah cinta yang kita tanam. Seperti kata beatles: and in the end... the love you take… is equal to the love you make…
Ini puisinya:
sejatinya cinta (hari bumi)
pecinta sejatilah jika kehadiran cinta dirasakan oleh yang dicinta
pecinta alam sejatilah jika alam merasakan cinta dari sang pecinta
bukan pencari jati dari yang meninggalkan jejak luka pada bumi
seiring bumi lebih dari dicampakkan daripada dicintai
perlakuan apa kita pada bumi
sampah menggunung bergunung-gunung
hutan kerontang tak beda gurun
asap jelaga mendesak mendung
pemanasan global terumbu meraung
eksplotasi menentang hakiki!
sedang lewat Ilahi bumipun bereaksi
jika cinta bumipun cinta
jika benci bumipun benci
sejatikah cintaku
sementara memikirkan bumipun tangan ini tak pernah lepas dari asap menyala
sesak nafas bumi apa tak kurasa
sejatikah cintaku?
me lazuardi
Monday, June 2, 2008
Aku masih mencintaimu
Aku tulis ini kepadamu
Tentu saja dengan segenap cinta
Duhai dikau
Yang membuatku benci tapi rindu
Yang membuatku malu tapi juga bangga
Yang membuatku jengah tapi juga nafsu
Yang membuatku gemas tapi juga geregetan
Yang membuatku marah tapi juga tak berlalu
Yang membuatku muak tapi juga tak berpaling
Yang membuatku sedih tapi juga tertawa
Yang membuatku tertawa tapi juga miris
Yang membuatku miris hingga menangis
Yang membuatku menangis dan bagaimana mau berbuat apa
Pergulatan ini selalu berujung tanya
Dengan segala kelebihan dan kekuranganmu
Tak bisakah sikapmu seelok parasmu
Oh, Indonesia negriku
Aku masih mencintaimu...
me lazuardi
Aku tulis ini kepadamu
Tentu saja dengan segenap cinta
Duhai dikau
Yang membuatku benci tapi rindu
Yang membuatku malu tapi juga bangga
Yang membuatku jengah tapi juga nafsu
Yang membuatku gemas tapi juga geregetan
Yang membuatku marah tapi juga tak berlalu
Yang membuatku muak tapi juga tak berpaling
Yang membuatku sedih tapi juga tertawa
Yang membuatku tertawa tapi juga miris
Yang membuatku miris hingga menangis
Yang membuatku menangis dan bagaimana mau berbuat apa
Pergulatan ini selalu berujung tanya
Dengan segala kelebihan dan kekuranganmu
Tak bisakah sikapmu seelok parasmu
Oh, Indonesia negriku
Aku masih mencintaimu...
me lazuardi
Tuesday, March 25, 2008
Menguak Pandora Pengetahuan Coral di Museum of Tropical Quensland dan Sekelumit Cerita di Townsville


Artikel ini aku kirim untuk temen2 di PPI JCU, Townsville. Dah diedit dikit dan dikasih judul oleh Mbak Dian Latifah sang ketua PPI. enjoy...
Dua tahun lalu, pada bulan Februari dan Mei 2006, Conservation International (CI) – Indonesia, bekerja sama dengan Departemen Kehutanan dan Departemen kelautan dan Perikanan serta LIPI, melakukan survey kelautan di Teluk Cendrawasih dan Fak-fak – Kaimana yang dalam istilah para ahli kelautan termasuk ke dalam kawasan Bentang Laut Kepala Burung Papua (Bird’s Head Seascape). Kawasan ini juga biasa disebut sebagai jantung segitiga karang dunia (the heart of the world’s coral traingle), dimana 75 % species karang keras*) yang ada di dunia terdapat di kawasan ini. Segitiga karang dunia merupakan kawasan yang terbentang antara Indonesia, Malaysia, Philippina, Australia dan Papua Nugini serta pulau-pulau di barat Pasifik. Survey ini meliputi pendataan jenis-jenis karang keras, jenis-jenis ikan karang dan sosial ekonomi masyarakat.
Saya merasa senang diberi kesempatan ikut serta dalam kegiatan ini. Disamping pengalaman serunya menyelam di tempat yang belum pernah diselami sebelumnya, juga karena kegiatan ini melibatkan para saintis ternama dalam bidangnya yaitu Gerry Allen yang banyak menyusun buku tentang identifikasi ikan dan panduan lapangan, Emre Turak dan Lyndon Devantier yang berkontribusi banyak dalam penyusunan buku-buku tentang identifikasi karang keras. Kegiatan ini juga mencoba mengoleksi specimen-specimen karang keras untuk diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium guna mengetahui nama ilmiahnya ataupun kemungkinan species baru yang belum terdeskripsikan.
Dari survey tersebut dengan ditambah dari hasil survey di Kepulauan Raja Ampat pada 2001-2002, terdapat 1233 jenis ikan karang dan 600 jenis karang keras. Sedangkan specimen karang yang dikoleksi adalah 540 specimen dan diduga terdapat 42 jenis karang baru maupun endemik.
Senang sekali bagi saya yang juga tertarik dalam bidang taksonomi karang, akhirnya juga bisa ikut serta dalam identifikasi karang dari hasil kegiatan tersebut di Museum of Tropical Queensland (MTQ), Townsville.
Untuk kegiatan di Townsville ini, tugas saya tidak banyak. Pertama, mengurus packing specimen-specimen karang dari Sorong Papua menuju Denpasar dan akhirnya menuju Townsville dengan segala perijinannya. Sesampainya di MTQ, saya membantu mengelompokkan specimen-specimen karang tersebut ke dalam family dan genus. Belajar dan membantu identifikasi ke tingkat species dengan bantuan specimen karang koleksi MTQ dan literatur-literatur yang ada.
Tiga minggu kegiatan yang saya ikuti dari 7 – 27 Februari 2008 adalah sehari-hari di lab identifikasi. Dengan tinggal di Kissing Point, sesekali pulang pergi menuju MTQ dengan jalan kaki 40 menit perjalanan, menikmati nyamannya Strand dengan bersihnya pantai (The Strand tercatat sebagai Queensland's Cleanest Beach 2003), ruang publik yang bagus dan juga burung-burung bebas beterbangan yang di Indonesia sudah sangat jarang dijumpai sekalipun di hutan. Sekali waktu juga sempat menikmati keindahan Townsville dari puncak Castle Hill.
Tiga minggu kegiatan yang saya ikuti dari 7 – 27 Februari 2008 adalah sehari-hari di lab identifikasi. Dengan tinggal di Kissing Point, sesekali pulang pergi menuju MTQ dengan jalan kaki 40 menit perjalanan, menikmati nyamannya Strand dengan bersihnya pantai (The Strand tercatat sebagai Queensland's Cleanest Beach 2003), ruang publik yang bagus dan juga burung-burung bebas beterbangan yang di Indonesia sudah sangat jarang dijumpai sekalipun di hutan. Sekali waktu juga sempat menikmati keindahan Townsville dari puncak Castle Hill.
Sempat ngumpul dengan teman-teman mahasiswa dari Indonesia dan beberapa kawan mereka dari negara lain serta warga Indonesia yang tinggal di Townsville. Semuanya ramah, hangat dan menyenangkan. Memasak, main gitar, main voli dan makan bareng. Potong rumput di rumah Mbak Icha dan Mbak Dian :p, tetap menyenangkan.
Semua staf, khususnya Dr. Carden Wallace sebagai principal scientist di MTQ, sangat ramah, terbuka dan perhatian. Membuat hari-hari di lab tidak membosankan dan suasana sangat mendukung untuk terus belajar. Kehangatan mereka juga tertuang dalam penyambutan dan perpisahan yang sederhana namun tak akan pernah saya lupakan karena kebaikan mereka termasuk undangan makan malam di rumah yang sangat bersahabat.
Fasilitas MTQ sangat lengkap dan rapi. Koleksi specimen karang juga dikelola dengan baik. Saat ini terdapat 800 species dari 400.000 specimen karang keras di museum yang juga terkenal karena sejarah dan peninggalan kapal ”Pandora”, sebuah kapal layar Inggris yang karam di Great Barrier Reef pada 1791.
Saat ini, kegiatan identifikasi tersebut masih terus berlangsung. Di luar itu semua, terlebih penting dari hasil survey dan kegiatan identifikasi ini adalah bagaimana kedepannya potensi kawasan ini bisa dikelola dengan baik sebagai benteng terakhir kawasan terbaik terumbu karang dunia dengan tetap memberi manfaat yang baik juga untuk masyarakat Papua.
==
*)
Karang keras merupakan endapan deposit masif zat kapur yang dihasilkan dari hewan karang dari filum Cnidaria, klas Anthozoa dan ordo Scleractinia yang hidup di lautan tropis dalam koloni maupun soliter dan merupakan komponen utama dalam ekosistem terumbu karang.
Karang keras merupakan endapan deposit masif zat kapur yang dihasilkan dari hewan karang dari filum Cnidaria, klas Anthozoa dan ordo Scleractinia yang hidup di lautan tropis dalam koloni maupun soliter dan merupakan komponen utama dalam ekosistem terumbu karang.
22 maret
Aku dan mungkin sebagian sobat baru tahu
22 Maret Hari Air Sedunia
Ada apa di balik itu
Semoga bukan seremoni belaka
Kita sebagai pengguna air yang kalo mau, bisa pake seenaknya,
telah terlena sehingga mungkin tidak tahu bahwa ternyata secara nasional hanya 42% penduduk Indonesia yang bisa menikmati air bersih.
Ini berarti masih ada sekitar 122 juta lebih penduduk Indonesia yang masih belum beruntung bisa menikmati air bersih [Kompas, 22 Maret 2002].
Pernahkah kita mengetahui angka itu
Pernahkah kita merenunginya
Kita tak pernah tahu karena kita tinggal di lingkungan pengguna air bersih
Atau kita tak pernah peduli bahwa mungkin di sudut lingkungan kita ada yang kesulitan mendapatkan air bersih.
Padahal itu bagian dari 122 juta saudara kita.
Bagaimana dengan negara lain?
Bumi kita planet air 97.5% berupa air asin 2.5% berupa air tawar
Dari air tawar yang ada hanya 0.43% yang bisa digunakan
Selebihnya terkunci di lapisan es dan lapisan tanah yang dalam [Kompas, 22 Maret 2002].
Wajar masih banyak orang yang belum menikmati air bersih
Tapi menjadi ironi bila kita menghamburkannya
Hari air Sedunia
Semoga renungan tak tinggal renungan
22 Maret Hari Air Sedunia
Ada apa di balik itu
Semoga bukan seremoni belaka
Kita sebagai pengguna air yang kalo mau, bisa pake seenaknya,
telah terlena sehingga mungkin tidak tahu bahwa ternyata secara nasional hanya 42% penduduk Indonesia yang bisa menikmati air bersih.
Ini berarti masih ada sekitar 122 juta lebih penduduk Indonesia yang masih belum beruntung bisa menikmati air bersih [Kompas, 22 Maret 2002].
Pernahkah kita mengetahui angka itu
Pernahkah kita merenunginya
Kita tak pernah tahu karena kita tinggal di lingkungan pengguna air bersih
Atau kita tak pernah peduli bahwa mungkin di sudut lingkungan kita ada yang kesulitan mendapatkan air bersih.
Padahal itu bagian dari 122 juta saudara kita.
Bagaimana dengan negara lain?
Bumi kita planet air 97.5% berupa air asin 2.5% berupa air tawar
Dari air tawar yang ada hanya 0.43% yang bisa digunakan
Selebihnya terkunci di lapisan es dan lapisan tanah yang dalam [Kompas, 22 Maret 2002].
Wajar masih banyak orang yang belum menikmati air bersih
Tapi menjadi ironi bila kita menghamburkannya
Hari air Sedunia
Semoga renungan tak tinggal renungan
Wednesday, March 19, 2008
11 maret bumi
Bumi
Matahari
Aku
Skala itu…
Usiaku diukur bumi
31 kali sudah aku memenuhi bumi dengan rutinitasnya mengitari matahari
Seandainya aku lahir di Pluto
Masih panjanglah perjalanan Pluto
Untuk 31 kali mengitari matahari
Seandainya krypton ada
Berapa pula perbandingannya
Jadi
Apalah arti usia
Tak ada apa-apanya
Apakah jadi tolakan-tolakan besar ke depan
Mungkin
Apakah jadi seremoni belaka
Apakah jadi batas do’a kita
Apakah jadi batas tobat kita
Atau apakah-apakah yang lain
Tergantung kita
Jadi
Apalah arti usia
Tak ada apa-apanya
Tapi hidup tak satu nada
Butuh luapan-luapan irama
Mungkin saja
Haruskah dengan batasan waktu
Tidak juga
Mencoba tuk tak memikirkannya
Toh aku menghitung juga bahwa
Bersama bumi aku telah 31 kali
Mengelilingi matahari
Kesankah itu
Tidak bagi sebagian orang
Tapi aku hidup di bumi
Jadi
Ada yang kasih ucapan selamat
Toh senang juga hati ini
hihihi
Monday, March 17, 2008
PARA PENJAGA PERBATASAN
Survey terumbu karang di Kepulauan Ayau dan Kepualaun Asia, Pulau-pulau paling utara di Kepulauan Raja Ampat, Papua, salah satunya memberiku kesempatan untuk mengunjungi Pos Marinir di P. Fani. Pulau yang berbatasan dengan perairan Republik Palau.
P. Fani merupakan salah satu pulau dari 3 pulau yang berderet memanjang yang diberi nama Kepulauan Asia. Pada saat pasang surut terrendah maka ketiga pulau tersebut akan akan menjadi satu oleh hamparan pasir putihnya. Pasir putih itu pula yang memberikan tempat bagi para penyu betina untuk mengubur telurnya dan membesarkannya hingga tiba saatnya bagi para tukik atau bayi penyu untuk mempertaruhkan hidupnya meluncur menuju samudera.
Malam itu, kapal Helena yang mengantarkan kami survey terumbu karang bergerak dari Kepulauan Ayau menuju Kepulauan Asia. Kepulaun Ayau sendiri merupakan 2 atoll atau karang cincin yang sangat luas dan terdapat beberapa pulau di dalamnya. Masing-masing keliling garis pantainya adalah 46 dan 90 km, sedangkan 3 deretan pulau di Kepulauan Asia memiliki keliling garis pantai sepanjang 29 km.
Pagi itu perlahan-lahan terlihat warna hijau yang semakin jelas di kejauhan utara di tengah biru laut yang tiada putus. Kapal Helena langsung menuju Pos Marinir di P. Fani. Pulau Fani dan kedua pulau lainnya merupakan pulau datar dan berpasir putih. Seperti pulau-pulau karang lainnya yang puluhan hingga ratusan tahun proses terbentuknya, kepulauan ini banyak ditumbuhi nyiur melambai dan pepohonan yang rimbun di dalamnya.
Dengan menggunakan dinghy (speed boat kecil semacam sekoci) kami merapat ke P. Fani. Seperti sudah lama menanti kedatangan kami, komandan dan para marinir menyambut kami dengan hangat. Pos itu dihuni oleh satu peleton marinir yang bertugas selama 6 bulan. 6 bulan berikutnya akan datang kapal dari Pangkalan angkatan Laut Armada Timur Surabaya (Armatim) untuk mengirim peleton-peleton pasukan pengganti di beberapa pos pulau terluar di Indonesia timur. Ketika kami datang, ini adalah bulan ke 3 bagi mereka tinggal di pulau yang tidak berpenghuni tersebut.
Rupanya karena hampir tidak pernah ada yang mengunjungi membuat mereka seperti menemukan peradaban ketika kami berkunjung. Kami datang melaporkan akan mengadakan kegiatan survey terumbu karang dan selebihnya kami mengobrol saja. Menanyakan kabar-kabar di kota Sorong dan berita lainnya, sebaliknya mereka bercerita bagaiamana suka duka dalam bertugas.
Sementara para marinir yang lain sibuk menganyam daun kelapa, aku berkesempatan melihat-lihat sekitar pos marinir tersebut atau biasa disingkat ”Posmar”. Ada satu bangunan permanen sebagai kantor komandan, teras terbuka sekaligus ruang tamu dan melapor, gudang senjata, dapur dan kamar mandi. Perkara tidur, mereka menggunakan tenda peleton yang kalau memaksakan tidur di siang hari akan terasa seperti kepiting rebus di dalam panci kaleng mendidih. Tak heran melihat para marinir berkulit hitam legam terbakar matahari. Sebenarnya itu termasuk kulitku yang selama 10 tahun belakangan ini setia menikmati teriknya.
Terdapat televisi dan alat komunikasi radio di teras tersebut. Lapangan voli pantai berada di depan tenda peleton di pinggir pantai sekaligus sebagai lapangan upacara. Ternyata hiburan untuk mengusir bosan adalah televisi dan voli pantai.
Siang itu aku dan tim melakukan survey. Survey yang kita lakukan adalah survey kondisi terumbu karang dan mencatat kelimpahan dan distribusi ikan ekonomis penting seperti kerapu, kakap, baronang, kue, napoleon dan ikan ekonomis penting lainnya. Sore harinya kami kembali menuju Posmar.
Azan magrib tanpa pengeras suara sayup terdengar dari darmaga kayu yang reyot namun masih kuat dipijak. Tak di sangka terdapat mushola yang dibangun dari papan seadanya oleh para marinir tersebut namun sangat nyaman di dalamnya. Dan tahukah kawan, daun kelapa yang siang tadi sibuk dianyam oleh sebagian marinir adalah untuk menutup dinding mushola sederhana ini.
Aku terlambat datang dan sholat magrib sendirian. Namun ternyata mushola masih ramai. Ramai oleh suara bacaan Alquran para marinir. Aura seperti terbawa kembali menuju masa kecilku di mana aku mengaji di surau dan mendengar suara teman-teman yang fals dan memekakkan telinga. Mereka mengaji! Ada yang sudah lancar dan ada yang masih terbata-bata. Beberapa diantaranya membantu memperbaiki bacaan Alquran bagi teman yang masih belajar. Oh suara-suara fals ini terdengar kembali namun demikian merdu di telingaku. Apakah ini suara kedamaian yang merindukan rengkuhan Tuhan? Aku tak tahu, namun hanya haru di hati yang merebak hingga tak seorangpun tau kalau airmataku menetes-netes sekenanya di sajadah kusam ini.
Aku meninggalkan mushola dan bergabung dengan komandan dan beberapa marinir yang menonton televisi. Acara malam itu adalah super mama seleb show di indosiar. Rupanya hampir tiap malam mereka menonton acara ini sampai hafal betul artis mana yang tersingkir tempo hari dan karakter-karakter suara sang artis. Ikut mengomentari maupun ramai tertawa keras menimpali tingkah polah Eko Patrio dan Ruben Onsu yang menjahili Ivan Gunawan yang selalu tampil gemulai dan manja. Tak terpikirkan kalau aku sedang duduk di tengah para prajurit, para garda depan depan jika terjadi perang. Aku hanya merasakan seperti menonton tv di rumah, di tengah Ibu dan kedua adik perempuanku. Sama-sama penuh penghayatan dalam menonton.
Dan di sela acara super mama seleb show ini, terdengar lagi azan. Rupanya sudah waktunya untuk sholat isya. Ah, aku tak pernah menyangka.
Dua hari aku tinggal di pulau ini.
Menikmati eksotisnya terumbu karang di bawahnya.
Tertegun pada sebagian karang yang lantak.
Meniti tingginya ombak pasifik yang mengayun teratur kapal kami.
Mereguk beningnya air laut dan pasir putihnya.
Menikmati keramahan para marinir.
Menikmati kelapa muda yang mereka petikkan untuk kami.
Dan lebih dari itu, menikmati suara azan mereka.
Oh Tuhanku, di tengah keterpencilan ini, ditengah kesederhanaan ini.
Rupanya masih ada yang masih menyeru namaMu, mempelajari firmanMu dan mempercantik rumahMu.
Inilah salah satu persembahan mereka.
Para penjaga perbatasan negeri ini.
mel
Raja Ampat, 8 Desember 07
Subscribe to:
Posts (Atom)